Rabu, 04 Juli 2012

Manusia adalah makhluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh lingkungan atau faktor-faktor dari luar. Manusia member kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini memberikan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian.
Dalam pandangan behavioral, kepribadian manusia itu hakikatnya adalah perilaku. Perilaku di bantuk berdasarkan hasil dari segenap pengalamannya berupa interaksi antara individu individu dengan lingkungan sekitarnya. Tidak ada manusia yang sama, karena kenyataannya manusia memiliki pengalaman yang berbeda dalam kehidupannnya (Latipun, 2010).

Konsep Dasar Konseling Behavioristik
George & Cristiani (dalam Latipun, 2010: 88) menyatakan bahwa konseling behavioristik dalam menjalankan fungsinya berdasarkan atas asumsi-asumsi berikut:
1)      Memandang manusia secara intrinsik bukan sebagai baik atau buruk, tetapi sebagai hasil dari pengalaman yang memiliki potensi untuk segala jenis perilaku
2)      Manusia mampu untuk mengkonsepsikan dan mengendalikan perilakunya
3)      Manusia mampu mendapatkan perilaku baru
4)      Manusia dapat mempengaruhi perilaku orang lain sebagaimana perilakunya juga dipengaruhi orang lain.
Pernyataan tersebut serupa seperti apa yang di sampaikan Winkel & Hastuti (2004: 420) bahwa konseling behavioristik berpangkal pada beberapa keyakinan tentang martabat manusia, yang sebagian bersifat falsafah dan sebagian lagi bercorak psikologis yaitu:
1)      Manusia pada dasarnya tidak berakhlak baik atau buruk. Manusia mempunyai potensi untuk bertingkah laku  baik atau buruk, tepat atau salah.
2)      Manusia mampu bereflesi atas tingkah lakunya sendiri, menangkap apa yang dilakukannya, dan mengatur serta mengontrol perilakunya sendiri
3)      Manusia mampu untuk memperoleh dan membentuk sendiri suatu pola tingkah laku yang baru melalui proses belajar
4)      Manusia dapat mempengaruhi perilaku orang lain dan dirinyapun dipengaruhi oleh orang lain.
Perilaku Bermasalah
Perilaku yang bermasalah dalam pandangan behavioristik dapat dimaknakan sebagai perilaku atau kebiasaan-kebiasaan negative atau perilaku yang tidak tepat, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan apa yang di harapkan. Artinya bahwa perilaku individu itumeskipun secara sosial tidak tepat, dalam beberapa saat memperoleh ganjaran dari pihak tertentu. Dari cara demikian akhirnya perilaku yang tidak diharapkan secara sosial atau perilaku yang tidak tpat itu menguat pada individu (Latipun, 2010)
Akhmad Sudrajat (dalam www.akhmadsudajat.com/2008) menjelaskan secara sebagai berikut:
1)      Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau tingkah laku yang tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan.
2)      Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentu dari cara belajar atau lingkungan yang salah.
3)      Manusia bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif dari lingkungannya. Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena kesalapahaman dalam menanggapi lingkungan dengan tepat.
4)      Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan juga tingkah laku tersebut dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar
Tujuan Konseling
Tujuan konseling behavioristik adalah untuk membantu klien membuang rspon-respon yang lama yang merusak diri, dan mempelajari respon-respon baru yang lebih sehat (Willis, 2010). Terapi ini menurut Corey (dalam Latipun, 2010) di tandai oleh:
1)      Berfokus pada perilaku yang tampak dan spesifik
2)      Memerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan terapeutik
3)      Mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai masalah klien
4)      Penaksiran objektif atas tujuan terapeutik.
Sedangkan Corey (2003: 204) menyatakan bahwa tujuan konseling behavioristik adalah sebagai berikut:
1)      Membantu klien untuk lebih asertif dan mengeksprsikan pikiran dan hasratnya dalam situasi yang membangkitkan tingkah laku asertif
2)      Membantu klien dalam menghapus ketakutan-ketakutan yang tidak realistis yang menghambat diri klien dan keterlibatan dalam peristiwa sosial
3)      Membantu klien dalam menghapus konflik batin yang menghambat klien dari putusan-putusan yang penting dalam kehidupannya.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari konseling bahavioristik adalah membantu konseli dalam mencapai kehidupan tanpa mengalami kesulitan-kesulitan, yang dapat membuat ketidakpuasan dalam jangka panjang atau mengalami konflik dalam masalah sosial.
Peranan Konselor
Konselor bahavioristik memilki peran yang sangat penting dalam membantu klien. Wolpe (dalam Latipun, 2010) mengemukakan peran yang harus dilakukan konselor, yaitu bersikap menerima, mencoba memahami klien dan apa yang dikemukakan tanpa menilai atau mengkritik.
Dalam hal ini menciptakan iklim baik dalah sangat penting untuk mempermudah melakukan modofikasi perilaku. Konselor lebih berperan sebagai guru yang membantu klien melakukan teknik-teknik modifikasi perilaku yang sesuai dengan masalah, tujuan yang hendak dicapai (Latipun, 2010).
Sedangkan Corey (2003: 205) menjelaskan bahwa konselor behavior memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment yakni konselor menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan-pemecahan bagi masalah klien.

15 komentar: